Festival Bau Nyale dan Solidaritas Kebudayaan

by Emen Ardiansyah

www.Genpilomboksumbawa.com, Pantai Seger – Pesona festival bau nyale 2018 akan segera berakhir. Di tepian pantai seger, tumpah ruah masyarakat NTB turut serta mengiringi malam puncak event tahunan tersebut. Uniknya, pesona festival bau nyale tahun ini sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Mereka yang tampil di acara puncak tidak hanya berasal dari NTB, tetapi juga datang dari luar daerah.

Salah satunya tarian dari Kutai Kalimantan, Sakeco Sumbawa, serta masih banyak lagi. Mengapa? Sebab festival pesona bau nyale bukan hanya tentang ajang ceremoni, melainkan bagaimana merajut persaudaraan melalui kebudayaan. Pestival pesona bau nyale hendak menunjukkan betapa pentingnya menjaga nilai kebudayaan di era modern seperti sekarang.

Sebagai orang Sumbawa, saya tertegun sekaligus bangga bisa menyaksikan Sakeco tampil di acara puncak dari kegiatan ini. Saya membayangkan betapa tradisi bau nyale adalah panggung yang menyatukan segalanya. Saya merasakan makna sosial yang sangat kuat. Yang nampak adalah pesan kepada publik untuk melihat kebudayaan sebagai keragaman. Yang nampak adalah harapan agar warisan itu terus ada dan menebarkan wangi semerbak kepada generasi.

Lalu dari manakah asal tradisi? Dalam bahasa Inggris, tradisi berasal dari kata tradition. Kata ini berasal dari bahasa latin “tradere” yang bermakna “to transmit, or give something to another for safekeeping” yang berarti mengirimkan atau memberikan sesuatu kepada orang lain untuk disimpan.

Sosiolog Anthony Giddens menyebut bahwa tradisi merupakan sesuatu yang bersifat ritual dan dilakukan berulang-ulang. Tradisi adalah aset kelompok masyarakat yang mencirikan suatu kebudayaan dan tata perilaku yang berlaku dalam masyarakat.

Yang tersaji di festival bau nyale adalah justru memberikan panggung bagi provinsi lain demi menampilkan tradisi mereka di bumi seribu masjid. Di sini, saya melihat pesan yang amat kuat bahwa tradisi atau budaya bukanlah sesuatu yang sakral, lalu menjadi konsumsi seseorang secara pribadi, melainkan harus dikabarkan kepada publik. Di sini saya menyaksikan bahwa bau nyale tak hanya milik masyarakat Sasak melainkan milik semua masyarakat Indonesia.

Pada titik ini, saya belajar tentang kekuatan tradisi. Demi memahami bagaimana jantung dan urat nadi masyarakat, tradisi bisa menjadi pintu masuk. Melalui tradisi, ada nilai-nilai bersama yang diwariskan secara terus-menerus, yang disebut oleh para sosiolog sebagai reproduksi sosial. Melalui tradisi ini, satu masyarakat bisa semakin memperkuat sendi-sendi solidaritas, memperkuat keutuhan diri, serta menemukan sisi-sisi paling hangat dari satu komunitas. Inilah sisi-sisi yang paling membahagiakan.

You may also like

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.