Memaos Takepan di Gedeng Beleq desa Bonjeruk

by bunsal
Para PEMAOS di desa wisata Bonjeruk

Eksis menjadi desa wisata, Bonjeruk kini mulai memperbanyak ragam pertunjukan. Salah satunya,  Memaos Takepan, atau kegiatan membaca lontar, kisah-kisah jaman dulu masyarakat Lombok.

Demikian sebagian dari pernyataan yang disampaikan Lalu Wijaya, pemilik sekaligus pengelola dari Gedeng Beleq. Gedeng Beleq di desa wisata Bonjeruk, memiliki sejarah panjang. Bahkan menyimpan pula sebagian kenangan dari jaman kolonial dulu. Sejarah panjang ini, memperkuat latar belakang dari niat dijadikannya bangunan tua ini sebagai lokasi Memaos Takepan.

Mamiq Wijaya Owner Gedeng Beleq

Mamiq Wijaya Owner Gedeng Beleq

Sabtu, 14 Juli 2019 lalu, di tajuk acara Grand Opening Event ‘Memaos Takepan’, berlangsung seharian. Teras depan Gedeng Beleq, disulap menjadi ‘panggung’. Para ‘Pemaos’ duduk melingkar dengan naskah-naskah lontar di hadapan mereka, siap untuk dibaca.

Nah, ‘Memaos Takepan’ memang kegiatan membaca naskah lontar. Kata ‘Memaos’ dalam bahasa Sasak Inggil (Inggil= Tinggi, bahasa Sasak), berarti ‘Membaca’ dan kata ‘Takepan’ berarti ‘Naskah’ (baca: lontar). Pertunjukan seni dan budaya khas suku Sasak Lombok ini memang membutuhkan keahlian khusus. Selain harus bisa membaca naskah lontar yang ditulis dalam bahasa Sasak  inggil — disebut juga dengan istilah huruf ‘cacarakan’, para pemaos juga membacanya dengan ‘tembang’ yang tepat. ‘Ding-Dang’ yang ketepatannya serupa Tajwid saat membaca Al Qur’an.

Beberapa dongeng dan legenda khas suku Sasak Lombok kerap menjadi babad (kisah) yang dibacakan saat ‘Memaos Takepan’. Misalnya, kisah dua bersaudara Cupak Gerantang, atau kisah-kisah heroik di jaman kerajaan Sasak dahulu.

Kembali ke pengantar dari Mamiq Wijaya (panggilan Lalu Wijaya), acara ini nantinya akan menjadi acara rutin di Gedeng Beleq. Tentu juga dengan harapan, bisa dijadikan paket wisata khusus, untuk para wisatawan yang berkunjung ke desa wisata Bonjeruk.

Tidak hanya menyaksikan ‘Memaos Takepan’, jika paket wisata disertai dengan momen makan siang atau makan malam, kuliner-kuliner khas desa wisata Bonjeruk akan menjadi hidangan utama. Salah satu yang unik, sayur ‘Cengeh’. Di menu santap siap di Sabtu lalu, sayur Cengeh divariasikan dengan tambahan cumi kering.

Gerbang Gedeng Beleq yang sampai kini masih terawat baik

Gerbang Gedeng Beleq yang sampai kini masih terawat baik

Tambahan informasi dari Mamiq Adi, putra dari Mamiq Wijaya, kelompok pemaos yang akan rutin mengisi di Gedeng Beleq masih cukup banyak.

“Sampai saat ini, para pemaos aktif masih ada sekitar 50 orang. Mereka tidak hanya berasal dari desa Bonjeruk, namun juga dari kelompok masyarakat adat Sasak di desa-desa lainnya di Lombok. Jadi, selain sebagai opsi atraksi wisata, sekaligus juga melestarikan kemampuan khusus ini,” urai Miq Adi dengan antusias.

Sekarang, kita tinggal mengatur waktu. Semoga ketika ada event Memaos Takepan selanjutnya, bisa hadir dan menikmati babad Sasak Lombok jaman dahulu. Kemudian, bisa jadi mengisahkannya ulang, melalui sebaran info di platform sosial media.

You may also like

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.